🏯 “Ritual Pagi di Tanah Dewata”: Sebuah Perjalanan Sunyi dalam Goresan Masnawi Widarta
Di tengah gemerlap pusat perbelanjaan Plaza Indonesia, sebuah ruangan tenang menyambut para pencinta seni dengan aroma nostalgia dan kehangatan budaya. Galeri Talenta kembali menghadirkan pop-up exhibition bertajuk “Urban Space”, yang secara unik menghadirkan keseimbangan antara hiruk pikuk kota dan kesunyian ruang spiritual. Salah satu karya yang tak luput mencuri perhatian adalah lukisan bertema Bali dari seniman Masnawi Widarta.
Berjudul “Pura Besakih” (nama fiktif untuk narasi, bisa disesuaikan dengan keterangan asli lukisan), karya ini membawa pengunjung ke dalam suasana sakral sebuah pura di Bali yang tengah ramai oleh upacara adat. Lewat teknik cat air khasnya, Masnawi membingkai kehidupan masyarakat Bali dalam warna-warna lembut namun bertenaga. Lukisan ini bukan sekadar gambaran arsitektur pura atau kerumunan orang, melainkan pancaran suasana: keheningan dalam keramaian, spiritualitas dalam keseharian.
Sebuah Lanskap Spiritual yang Dihidupkan
Dalam satu pandangan, mata kita disambut oleh barisan arsitektur tradisional Bali yang berdiri kokoh di tengah latar hijau dan langit mendung. Namun daya tarik utama bukanlah bangunannya, melainkan interaksi manusia yang terlihat kecil tapi hidup: sekelompok orang berpakaian adat berjalan menuju pura, membawa sesaji di atas kepala. Beberapa lainnya tampak berbaris tertib, menunggu giliran memasuki ruang suci. Masnawi seakan menyusun narasi visual tentang masyarakat yang hidup selaras dengan alam dan spiritualitas.
Salah satu kekuatan khas Masnawi adalah kemampuannya menangkap “momen” yang mungkin biasa bagi masyarakat lokal, tapi begitu magis bagi mata luar. Ia tak berlebihan dalam menggambarkan detail wajah atau ornamen, justru kekuatan ekspresi muncul dari gerakan sapuan kuas yang seolah spontan, tetapi sarat makna.
Warna-Warna yang Bercerita
Masnawi tidak memakai warna-warna cerah mencolok. Paletnya cenderung lembut: cokelat tanah, abu-abu mendung, hijau daun, dan sedikit merah atau biru untuk aksen bendera upacara. Namun justru dari kesederhanaan inilah emosi mengalir deras. Penempatan warna yang tidak simetris memberi kesan dinamis dan organik, mencerminkan ketidakteraturan dunia nyata namun tetap dalam harmoni.
Bagi pengunjung yang berasal dari perkotaan atau generasi muda yang mungkin belum pernah melihat langsung prosesi adat Bali, lukisan ini bisa menjadi pengantar lembut untuk mengenal nuansa kehidupan spiritual Indonesia. Bagi mereka yang berasal dari Bali atau sering mengunjunginya, ini adalah “jendela pulang” yang menghadirkan kenangan—tanpa perlu pergi jauh.
Dari Urban ke Ubud
Menariknya, di tengah tema “Urban Space” yang identik dengan beton, jalanan, dan lalu lintas, kehadiran karya ini seperti napas segar. Ia mengajak penonton untuk berpindah dari “urban” ke “Ubud” dalam sekejap. Galeri Talenta tampaknya ingin mengingatkan bahwa ruang kota tak hanya tentang pembangunan fisik, tapi juga ruang batin—dan seni seperti inilah yang menjadi jembatannya.
Sentuhan yang Menyentuh
Tak hanya seni rupa, karya ini juga menyentuh memori kolektif masyarakat Indonesia. Ia membicarakan tentang budaya yang bertahan di tengah zaman, tentang harmoni manusia dengan alam, dan tentang kesederhanaan yang menyimpan kekuatan spiritual. Masnawi, lewat karyanya, seolah berkata: “Di balik keramaian, ada ruang hening yang perlu dirawat.”