Menyelami Budaya Lewat Sapuan Kuas: Potret Sekelompok Orang Berpakaian Jawa di ISA Art Gallery

Menyelami Budaya Lewat Sapuan Kuas: Potret Sekelompok Orang Berpakaian Jawa di ISA Art Gallery

Jakarta – Dalam keheningan ruangan bercahaya lembut di ISA Art Gallery, sebuah karya seni mencuri perhatian pengunjung. Di atas kanvas besar yang memikat, tampak sekelompok orang berpakaian adat Jawa berdiri dalam formasi yang harmonis. Lukisan ini bukan sekadar pameran visual, melainkan sebuah lorong waktu yang membawa penikmatnya menelusuri jejak budaya, kebersamaan, dan makna simbolik dalam balutan seni rupa kontemporer.

Karya yang tidak diberi judul ini, dibuat oleh seniman Indonesia yang mengusung pendekatan realisme dengan sentuhan ekspresionisme. Dengan detil yang nyaris menyerupai foto, seniman menyajikan nuansa kehidupan masyarakat Jawa yang sarat nilai, mulai dari pilihan pakaian, ekspresi wajah, hingga bahasa tubuh para tokohnya. Masing-masing figur dalam lukisan ini mengenakan busana tradisional seperti beskap, blangkon, kebaya, dan kain batik, serta berdiri dalam komposisi yang seolah mencerminkan struktur sosial atau momen upacara adat.

Menurut kurator ISA Art Gallery, lukisan ini menjadi salah satu karya yang paling sering mengundang diskusi pengunjung. “Karya ini menimbulkan banyak pertanyaan. Apakah mereka sedang bersiap untuk hajatan? Apakah ini keluarga bangsawan atau masyarakat biasa? Yang jelas, sang seniman sengaja membiarkan ruang tafsir terbuka luas,” ujar Yudhistira, salah satu kurator senior di galeri tersebut.

Salah satu keunikan dari lukisan ini adalah keberanian sang seniman memadukan nilai tradisional dengan pendekatan visual modern. Latar belakang lukisan digambarkan tanpa detail yang mencolok, justru menjadi ruang kosong yang memberi fokus penuh pada figur manusia. Beberapa pengamat seni menilai ini sebagai simbol penghilangan batas antara masa lalu dan masa kini.

Tidak sedikit pula yang melihat lukisan ini sebagai pengingat tentang pentingnya menjaga identitas budaya di tengah arus globalisasi. “Kita hidup di era yang sangat cepat berubah. Lewat karya seperti ini, seniman mengajak kita untuk melambat sejenak dan mengingat siapa kita, dari mana kita berasal,” ucap Lintang, salah satu pengunjung yang datang dari Yogyakarta khusus untuk melihat pameran tersebut.

Karya ini juga dianggap sebagai representasi kehangatan dan kesederhanaan masyarakat Jawa. Dengan raut wajah yang tidak dipoles berlebihan, figur-figur dalam lukisan menunjukkan emosi yang tenang, bersahaja, namun penuh makna. Bahkan, posisi tangan dan arah pandangan mereka menyiratkan dinamika sosial: ada rasa hormat, kedekatan, dan mungkin juga ketegangan yang tersirat.

Bukan hanya teknis melukisnya yang mengesankan, tetapi pesan budaya yang disampaikan juga sangat kuat. ISA Art Gallery memang dikenal sebagai ruang yang menampilkan seniman-seniman dengan kesadaran identitas lokal yang tinggi. Melalui pameran kali ini, galeri ingin menekankan bahwa seni bukan sekadar soal estetika, tapi juga tentang narasi—tentang cerita yang ingin dibagikan dan diwariskan.

Pameran yang berlangsung hingga akhir bulan ini mendapat respons positif dari berbagai kalangan, termasuk seniman muda, mahasiswa seni rupa, hingga pecinta budaya tradisional. Beberapa institusi pendidikan bahkan menjadikan lukisan ini sebagai bahan diskusi dalam kelas-kelas sejarah seni dan kebudayaan Indonesia.

Dengan popularitas yang terus meningkat, banyak yang berharap karya ini bisa melakukan tur pameran ke kota-kota lain di Indonesia. Bagi sebagian orang, melihat lukisan ini seperti menemukan kembali cermin dari nilai-nilai yang mulai luntur: kekeluargaan, kesopanan, dan identitas budaya.

ISA Art Gallery sendiri berharap bahwa kehadiran karya seperti ini mampu menjadi jembatan antara generasi muda dengan akar budaya mereka. “Kami ingin setiap pengunjung yang melihat karya ini bisa merasa lebih dekat dengan Indonesia, lebih dari sekadar nama atau peta,” tutup Yudhistira.



Postingan populer dari blog ini

Seni Instalasi Monument of Sense: Kolaborasi Sunaryo dan Arkiv Vilmansa di Semesta Arkiv

Introduction me