Lukisan Kehidupan Kota Karya Masnawi Widarta Hadirkan Nuansa Vintage di Pameran "Urban Space" Plaza Indonesia
Di tengah gemerlapnya mal mewah Plaza Indonesia, siapa sangka ada satu sudut yang membawa pengunjung kembali ke suasana kampung kota yang hangat dan bersahaja. Pop-Up Gallery Talenta yang kini tengah menggelar pameran bertajuk “Urban Space” menghadirkan ragam karya seni rupa bertema kehidupan perkotaan. Salah satu karya yang paling menyita perhatian adalah lukisan berjudul “Mancing Waktu” karya Masnawi Widarta.
Sekilas, lukisan ini tampak seperti potongan kenangan dari masa kecil. Becak-becak yang berjejer, pedagang buah dengan payung warna-warni, rumah-rumah tua berjendela kayu, serta lalu-lalang warga yang seperti tidak terburu-buru. Nuansa vintage dan nostalgia kental terasa, terutama dari cara Masnawi memilih warna dan goresan ekspresifnya yang khas.
“Ini seperti melihat versi Jakarta yang lebih sabar,” ujar Dita (27), salah satu pengunjung pameran yang berdiri cukup lama di depan lukisan tersebut. “Saya langsung ingat waktu kecil main ke rumah nenek di daerah Kota. Becaknya, ayam berkeliaran, orang-orang ngobrol tanpa gadget. Adem banget.”
Bukan Sekadar Lukisan, Tapi Cerita
Masnawi Widarta memang dikenal sebagai pelukis yang tidak hanya menampilkan bentuk, tetapi juga suasana dan emosi. Lewat karya-karyanya, ia seolah mengajak penonton masuk ke dalam cerita yang disampaikan melalui garis dan warna. Pada “Mancing Waktu”, cerita itu terasa hidup: dua anak tampak duduk di becak, mungkin sedang diajak jalan sore oleh orang tuanya. Penjual buah sibuk menyusun dagangannya, sementara di kejauhan tampak rumah-rumah yang tak pernah benar-benar sepi.
Uniknya, meskipun menampilkan keramaian jalanan, lukisan ini tidak terasa riuh. Justru, suasana yang ditampilkan terasa tenang dan akrab. Seperti ada jeda waktu yang sengaja ditarik pelan-pelan agar kita bisa menikmati setiap detilnya.
Dalam wawancara yang ditampilkan di katalog pameran, Masnawi menyebut bahwa
“Mancing Waktu” adalah bentuk refleksi atas kerinduan akan ruang kota yang manusiawi. “Saya tidak sedang menggambarkan masa lalu, tapi lebih kepada suasana kota yang bisa jadi terlupakan: tempat orang masih saling sapa, tempat becak tidak hanya sebagai transportasi, tapi juga bagian dari percakapan harian,” tulisnya.
Urban Space, Pameran Tentang Kota yang Tak Biasa
Pameran “Urban Space” sendiri mengangkat tema besar tentang bagaimana ruang kota dibentuk oleh manusia, interaksi, serta budaya yang terus berganti. Diikuti oleh sejumlah seniman dari berbagai latar belakang, pameran ini menghadirkan karya-karya yang mencerminkan sisi-sisi kota dari berbagai perspektif: kemacetan, gedung-gedung tinggi, jalan tikus, hingga momen kecil seperti menunggu becak atau menyapa tetangga.
Talenta Organizer selaku penyelenggara menaruh perhatian khusus pada inklusivitas. Tidak hanya seniman senior, pameran ini juga menampilkan karya dari nama-nama baru di dunia seni rupa Indonesia. Beberapa di antaranya mengeksplorasi medium tidak biasa, seperti instalasi dari benang, kolase barang bekas, hingga lukisan digital dengan bantuan AI.
Namun, di antara keberagaman medium dan gaya, karya “Mancing Waktu” justru menonjol karena kesederhanaannya. Karya ini seperti menjadi pengingat bahwa narasi paling kuat sering kali datang dari hal-hal yang akrab dan membumi.
Seni yang Bisa Dinikmati Siapa Saja
Berlangsung sejak awal Juli hingga 31 Agustus 2025, pameran ini terbuka untuk umum dan tidak memungut biaya masuk. Terletak di lantai 4 Plaza Indonesia, tepat di depan KOI Café, galeri ini mudah diakses dan cukup ramah bagi pengunjung yang belum terlalu akrab dengan dunia seni rupa.
Suasana galeri pun dirancang santai, dengan pencahayaan hangat dan penataan karya yang tidak membingungkan. Pengunjung bebas berjalan-jalan, duduk, atau bahkan berdiskusi dengan penjaga galeri yang ramah menjelaskan konteks tiap karya.
Bagi yang ingin rehat sejenak dari kesibukan ibu kota, mampir ke pameran “Urban Space” bisa jadi pilihan yang menyenangkan. Siapa tahu, seperti judul karya Masnawi Widarta, Anda juga sedang “mancing waktu”—mencari momen hening di antara riuhnya kota.