Melampaui Bingkai: Jejak Emosi dan Imajinasi dalam Instalasi Gajah Galeri Jakarta

Melampaui Bingkai: Jejak Emosi dan Imajinasi dalam Instalasi Gajah Galeri Jakarta

Oleh: Indri Apriliyani

Jakarta, 23 April 2025 – Di tengah padatnya deretan gedung dan kafe di kawasan Cikini, Gajah Galeri Jakarta menyuguhkan sesuatu yang berbeda. Bukan sekadar lukisan tergantung rapi di dinding, melainkan potongan tubuh manusia yang tertata di atas rehal, pohon logam menjulang dalam diam, dan ruangan sunyi yang hanya dipenuhi suara napas—semua adalah bagian dari pameran seni instalasi bertajuk *“Tubuh-Tubuh yang Tak Selesai.”*

Pameran yang dibuka sejak 12 April lalu ini menghadirkan karya-karya seniman muda Indonesia seperti Andhika Aulia, Sisi Prawira, hingga kolektif visual *Meretas Garis*. Dengan tema yang mengeksplorasi keterasingan, spiritualitas, dan kekerasan simbolik terhadap tubuh, para seniman mencoba mengajak pengunjung untuk tidak sekadar melihat, tetapi ikut mengalami.

“Saya ingin bicara soal religiusitas yang membungkam tubuh. Di sini, saya memisahkan tangan, kaki, dan kepala, lalu menaruhnya di atas rehal, agar kita bertanya ulang: siapa yang sebenarnya kita dengar, dan siapa yang sebenarnya dibungkam?” kata Andhika Aulia, pencipta instalasi *“Mimbar-Mimbar Sunyi”* saat ditemui di ruang galeri.

Pameran ini tidak hanya mengandalkan keindahan visual, tetapi juga pengalaman fisik dan emosional. Di salah satu sudut galeri, pengunjung diminta berjalan di atas pasir dengan mata tertutup sambil mendengarkan bisikan-bisikan suara. “Awalnya saya kira ini cuma karya seni biasa, tapi saya jadi merasa lebih tenang,” ujar Rina (24), seorang pengunjung yang datang untuk melihat pameran tersebut. 

Kurator pameran, Niken Raras, menjelaskan bahwa karya-karya yang ditampilkan berangkat dari proses panjang riset dan observasi para seniman terhadap relasi tubuh, ruang, dan suara. “Instalasi ini menantang kita untuk masuk ke dalam lanskap sunyi yang sering kali kita abaikan,” ujar Niken.

Gajah Galeri sendiri telah dikenal sebagai salah satu ruang seni kontemporer yang aktif memfasilitasi eksplorasi lintas media dan gagasan eksperimental. Pameran kali ini merupakan lanjutan dari seri Ruang Luruh, yang sebelumnya diadakan di beberapa kota seperti Bandung dan Yogyakarta.

Bagi banyak pengunjung, pameran ini menjadi ruang perenungan sekaligus kejutan. “Saya gak nyangka bisa ngerasa emosional dari potongan tubuh di ruangan kosong. Ternyata seni bisa bikin kita berpikir lebih dalam,” kata Bimo, pengunjung asal Bekasi.

Pameran “Tubuh-Tubuh yang Tak Selesai” akan berlangsung hingga 3 Mei 2025, dan terbuka untuk umum tanpa biaya masuk. Galeri buka setiap hari kecuali Senin, pukul 10.00 hingga 18.00 WIB.

Di tengah kota yang terus bergerak cepat, pameran ini adalah undangan untuk berhenti sejenak—dan mendengar kembali suara dari dalam tubuh sendiri.


Postingan populer dari blog ini

Seni Instalasi Monument of Sense: Kolaborasi Sunaryo dan Arkiv Vilmansa di Semesta Arkiv

Introduction me