Dedy Sufriadi dan Instalasi Tumpukan Buku: Ketika Seni Menjadi Ruang Refleksi Literasi


Di tengah derasnya arus informasi digital, seni tetap menjadi medium refleksi bagi perubahan zaman. Salah satu karya yang menggugah pemikiran adalah instalasi tumpukan buku karyaDedy Sufriadi, yang dipamerkan di Layar Art Space. Menggunakan buku sebagai elemen utama, seniman ini menghadirkan pertanyaan mendalam tentang hubungan manusia dengan pengetahuan, literasi, dan perubahan budaya membaca.  

Buku: Benda Fisik atau Simbol Ilmu?

Dedy Sufriadi tidak sekadar menumpuk buku dalam karyanya, tetapi ingin membangun makna di balik susunan tersebut. Ia melihat buku sebagai lebih dari sekadar benda mati; ia adalah wadah pemikiran, sejarah, dan perjalanan intelektual manusia.  

Inspirasi utama berasal dari ketertarikan saya pada teks dan bagaimana manusia berinteraksi dengan ilmu pengetahuan, ujar Dedy. Baginya, buku bukan hanya alat baca, tetapi juga cerminan peradaban. Dalam instalasi ini, ia ingin mengajak penonton untuk mempertanyakan kembali: Apakah kita masih membaca dengan penuh kesadaran? Ataukah buku hanya menjadi simbol status yang dipajang di rak tanpa benar-benar dibaca?  

Seni Instalasi Sebagai Kritik Sosial 

Di era digital, informasi mengalir begitu cepat, tetapi apakah manusia masih memiliki kedalaman dalam memahami dan merenungkan pengetahuan? Dengan tumpukan buku yang tersusun dalam komposisi tertentu, Dedy menghadirkan kritik terhadap fenomena ini.  

"Saya ingin mengajak orang untuk berpikir ulang tentang hubungan mereka dengan buku. Apakah kita masih membacanya secara mendalam, atau hanya mengoleksi tanpa benar-benar memahami isinya? tambahnya.  

Bentuk instalasi ini juga menyoroti bagaimana buku, yang dulu menjadi sumber utama ilmu pengetahuan, kini bersaing dengan teknologi digital. Perubahan ini tidak selalu buruk, tetapi penting untuk mempertanyakan sejauh mana budaya membaca masih menjadi bagian dari kehidupan modern.  

Tantangan dalam Mewujudkan Instalasi Buku

Menciptakan seni instalasi dari buku bukanlah hal yang mudah. Dedy menghadapi tantangan dalam menyusun buku agar tampak alami tetapi tetap memiliki struktur kokoh.  

"Salah satu tantangan terbesar adalah bagaimana menata buku-buku ini agar tetap terlihat sebagai tumpukan yang ‘berantakan’, tetapi tetap memiliki struktur yang kuat," ungkapnya. Selain itu, pemilihan buku juga tidak sembarangan. Ia memastikan bahwa setiap buku yang digunakan bisa membangun narasi dalam karya, sehingga tidak hanya menjadi elemen visual, tetapi juga memiliki makna konseptual yang dalam.  

Respon Publik: Nostalgia dan Kritik Budaya

Setiap seni pasti memunculkan interpretasi yang beragam dari para penikmatnya. Begitu pula dengan instalasi tumpukan buku ini.  

"Responnya cukup beragam. Ada yang merasa nostalgia dan melihat buku-buku ini sebagai pengingat akan pentingnya membaca. Ada juga yang melihatnya sebagai kritik terhadap konsumsi informasi yang serba instan di era digital," ujar Dedy.  

Hal ini menunjukkan bahwa seni mampu menjadi ruang dialog bagi berbagai pandangan, baik sebagai refleksi personal maupun kritik sosial yang lebih luas.  

Pesan untuk Generasi Muda

Dedy berharap karyanya dapat menjadi pengingat bagi generasi muda bahwa membaca secara mendalam tetaplah penting, meskipun teknologi terus berkembang.  

"Saya harap generasi muda bisa tetap menghargai buku, baik sebagai sumber ilmu maupun sebagai bagian dari perjalanan intelektual mereka. Teknologi memang berkembang, tetapi membaca dengan penuh kesadaran tetap sangat diperlukan," pesannya.  

Selain itu, bagi mereka yang tertarik dengan dunia seni, ia mengajak untuk terus mengeksplorasi berbagai medium dan makna dalam berkarya. Seni, menurutnya, bukan hanya soal estetika, tetapi juga bagaimana ia bisa menjadi ruang dialog dan refleksi terhadap berbagai fenomena sosial.  

Kesimpulan: Seni sebagai Jendela Pemikiran

Instalasi tumpukan buku karya Dedy Sufriadi bukan sekadar susunan benda mati, tetapi sebuah perenungan akan perubahan budaya membaca di era modern. Dengan memadukan estetika dan konsep yang kuat, ia menghadirkan pertanyaan penting tentang bagaimana kita berinteraksi dengan ilmu pengetahuan.  

Lebih dari itu, karya ini mengajak kita untuk kembali menghargai buku, tidak hanya sebagai objek koleksi, tetapi juga sebagai jendela pemikiran yang membentuk cara kita memahami dunia.  


Postingan populer dari blog ini

Seni Instalasi Monument of Sense: Kolaborasi Sunaryo dan Arkiv Vilmansa di Semesta Arkiv

Introduction me